This is default featured slide 1 title
Gagal itu awal dari kesuksesan.
This is default featured slide 2 title
Selebrasi Sukses.
This is default featured slide 3 title
Pendiri Setia Hati Terate.
This is default featured slide 4 title
Mari Kita Raih Sukses.
This is default featured slide 5 title
Berjuanglah Hingga Akhir.
Wednesday 22 May 2013
KISAH KATAK DAN IBUNYA
Ada rasa tidak nyaman yang dirasakan seekor anak katak
ketika langit tiba-tiba menjadi gelap.
" Bu, apa kita akan binasa, kenapa langit tiba-tiba gelap ? "
ucap anak katak sambil merangkul erat lengan ibunya.
Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan lembut, dan berkata :
... "Anakku, " (ucap sang induk, kemudian ) " Itu bukan pertanda kebinasaan kita, justru itu adalah tanda baik buat kita. "
jelang sang induk katak sambil terus membelai dan anak katak itupun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama tiba-tiba angin bertiup kencang, daun dan tangkai kering mulai berserakan serta berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin.
Lagi-lagi suatu pemandangan menakutkan buat si anak katak :
" Ibu, itu apa lagi. ? Apa itu yang kita tunggu-tunggu . ??
Tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh ibunya
" Anakku . . . Itu cuma angin dan itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti akan datang !! "
ujar sang ibu, sambil menenangkan anak katak dan anak katak itupun mulai tenang kembali, ia mulai menikmati tiupan angin yang kencang ya tampak menakutkan.
" Blarrr !!! " suara petir menyambar-nyambar serta kilatan cahaya putihpun kian menjadikan suasanya yang begitu menakutkan. Kali ini sang anak tidak bisa berkata apa-apa dia bukan saja merangkul dan bersembunyi dibalik tubuh ibunya, tapi dia juga gemetar.
" Bu, aku sangat takut !! Takut sekali !!! " ucapnya sambil terus memejamkan mata.
" Sabar, anakku !! "
(ucap ibunya, sambil terus membelai )
" Itu cuma petir. Itu tanda ke tiga bahwa yang kita tunggu tidak akan lama lagi datang, keluarlah dan pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang ”
ungkap sang induk katak begitu tenang, lalu anak katak itupun mulai keluar dari balik tubuh ibunya, ia juga mencoba melihat keatas dan memandangi langit yang hitam, serta daun-daun yang bergoyang dihembus angin yang kencang bahkan sambaran petir yang begitu menyilaukan.
Tiba-tiba, ia berteriak kencang :
" Ibuuu . . . . Hujan datang, Hujan datang. Horeeee . . . . . "
Pesan :
Anugerah hidup kadang tampil melalui jalan yang tidak kita inginkan ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu dan juga tidak diantar oleh bidadari serta dayang yang cantik nan rupawan.
" Bu, apa kita akan binasa, kenapa langit tiba-tiba gelap ? "
ucap anak katak sambil merangkul erat lengan ibunya.
Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan lembut, dan berkata :
... "Anakku, " (ucap sang induk, kemudian ) " Itu bukan pertanda kebinasaan kita, justru itu adalah tanda baik buat kita. "
jelang sang induk katak sambil terus membelai dan anak katak itupun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama tiba-tiba angin bertiup kencang, daun dan tangkai kering mulai berserakan serta berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin.
Lagi-lagi suatu pemandangan menakutkan buat si anak katak :
" Ibu, itu apa lagi. ? Apa itu yang kita tunggu-tunggu . ??
Tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh ibunya
" Anakku . . . Itu cuma angin dan itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti akan datang !! "
ujar sang ibu, sambil menenangkan anak katak dan anak katak itupun mulai tenang kembali, ia mulai menikmati tiupan angin yang kencang ya tampak menakutkan.
" Blarrr !!! " suara petir menyambar-nyambar serta kilatan cahaya putihpun kian menjadikan suasanya yang begitu menakutkan. Kali ini sang anak tidak bisa berkata apa-apa dia bukan saja merangkul dan bersembunyi dibalik tubuh ibunya, tapi dia juga gemetar.
" Bu, aku sangat takut !! Takut sekali !!! " ucapnya sambil terus memejamkan mata.
" Sabar, anakku !! "
(ucap ibunya, sambil terus membelai )
" Itu cuma petir. Itu tanda ke tiga bahwa yang kita tunggu tidak akan lama lagi datang, keluarlah dan pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang ”
ungkap sang induk katak begitu tenang, lalu anak katak itupun mulai keluar dari balik tubuh ibunya, ia juga mencoba melihat keatas dan memandangi langit yang hitam, serta daun-daun yang bergoyang dihembus angin yang kencang bahkan sambaran petir yang begitu menyilaukan.
Tiba-tiba, ia berteriak kencang :
" Ibuuu . . . . Hujan datang, Hujan datang. Horeeee . . . . . "
Pesan :
Anugerah hidup kadang tampil melalui jalan yang tidak kita inginkan ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu dan juga tidak diantar oleh bidadari serta dayang yang cantik nan rupawan.
Manfaatkan Waktu yang Ada !!!
Ternyata dlm waktu 50th didunia, cuma 2th untuk sholat
Terimakasih untuk membaca dgn seksama!
Berjuta makna milik anda ,,,,,
Waktu yang terlupa menabur bencana
Distribusi normal manusia meninggal dunia (tahun)
Rata-rata manusia meninggal dunia antara usia 60 thn-70thn (mayoritas)
Pukul rata manusia meninggal ± 65 th
“Baligh : Start untuk seseorang di perhitungkan amal baik atau buruknya selama
hidup di dunia”
Laki-laki Baligh ± 15 tahun
Wanita Baligh ± 12 tahun
Usia Yang tersisa untuk kita beribadah kepada-Nya kita pukul rata dengan rumus:
MATI-BALIGH = sisa USIA……………..65 - 15 = 50 tahun
12 jam siang hari
12 jam malam hari
24 jam satuharisatumal -am
Gambaran kotornya:
Mari kita tela’ah bersama………!
Waktu kita tidur ± 8 jam/hari
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18250 hari x 8 jam= 146000 jam=16 tahun, 7 bulan……
di bulatkan jadi 17 tahun
Logikanya: Alangkah sayangnya waktu 17 tahun habis di gunakan untuk tidur, padahal kita akan tertidur dari dunia untuk selamanya……………… -………………………………………
Catatan: Yang lebih bermasalah lagi bagi mereka yang tumor alias tukang molor bisa jadi 12 jam/hari =25 tahun habis tertidur!!! Hati-hati dengan penyakit “TUMOR”
Waktu aktivitas kita di siang hari ± 12 jam
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai aktivitas:18250 -hari x12 jam=219000 jam=25 tahun
Aktivitas disiang hari: Ada yang bekerja, atau bercinta, ada yang belajar atau mengajar, ada yang sekolah atau kuliah, ada yang makan sambil jalan-jalan, ada pula yang gambling sambil maling…
dan masih banyak lagi aktivitas lainnya yang tak pernah bisa disamaratakan satu dengan yang lain……..
Waktu aktivitas santai atau rilexsasi ± 4 jam
Dalam 50 tahun waktu yang dipakai rileksasi 18250 hari x 4 jam= 73000 jam = 8 tahun
Realisasi rileksasi: biasanya nonton tv sambil minum kopi, ada pula yang belajar mati-matian/ bikin contekan habis-habisan buat ujian, atau mungkin dihabiskan termenung di buai khayalan……
(Tidur) 17 tahun + (Aktifitas) 25 tahun + (rilexsasi) 8 tahun = 50 tahun
Lalu kapan Ibadahnya??????
Padahal manusia diciptakan-Nya tiada lain dan tiada bukan untuk semua dan segalanya hanyalah beribadah kepada-Nya, karena satu hal yang pasti kita akan kembali ke alam hakiki illahi!!!!!!!!! -!!!!!!!!
“ Maut datang menjemput tak pernah bersahut
Malaikat datang menuntut untuk merenggut
Manusia tak kuasa untuk berbicara
Tuhan Maha Kuasa atas syurga dan Neraka”
Memang benar!!!!! kuliah itu ibadah, kalau niat kuliahnya untuk ibadah, lha wong kita mah kuliah mau nyari ijazah, bakal nanti bekerja agar mudah mencari nafkah……………………
Memang benar!!!!!!!!! Bekerja cari nafkah itu ibadah, tapi bekerja yang bagaimana? Orang kita bekerja sikut sana sikut sini, banting tulang banting orang, tujuan utamanya cari uang buat beli barang-barang biar dipandang orang-orang…..
“jarang orang menolak untuk di puji dan di puja tatkala mereka berjaya “
Pernah kita membaca bismillah saat hendak berangkat kuliah tapi sayang hanya sekedar pernah……………
Pernah kita berniat mulia saat hendak mencari nafkah, tapi semuanya terlupa ketika melihat gemerlapnya dunia…….
Lalu kapan ibadahnya?????? -????????
Oh mungkin saat sholat yang 5 waktu itu dianggap cukup………..!
Karena kita pikir; sholat begitu besar pahalanya, sholat amalan yang dihisab paling pertama, sholat jalan untuk membuka pintu syurga………
Kenapa kita harus cukup kalau ibadah kita hanyalah sholat kita!!!!!!
Berapa sholat kita dalam 50 tahun??????
1x sholat = ± 10 menit …..5x sholat ± 1 jam
Dalam waktu 50 tahun waktu yang terpakai sholat=18250 hari x I jam =18250 jam= 2 tahun
Kesimpulan:
waktu yang kita manfaatkan dalam 50 tahun di dunia cuma 2 tahun untuk sholat…………
2 tahun dari 50 tahun kesempatan kita….itupun belum tentu sholat kita bermakna berpahala dan di terima..
Dan sekiranya sholat kita selama 2 tahun berpahala rasa-rasanya tidak sebanding dengan perbuatan dosa-dosa kita selama 50 tahun; dalam ucap kata kita yang selalu dusta, baik yang terasa maupun yang di sengaja, dalam ucap kata kita yang selalu cerca terhadap orangtua, dalam harta kaya kita yang selalu kikir terhadap orang faqir, dalam setiap laku langkah kita yang selalu bergelimang dosa…………………………
Logika dari logikanya:
Bukan satu yang tidak mungkin kita umat di akhir jaman akan berhamburan di neraka untuk mendapatkan balasan kelalaian……………… -……
Terlalu banyak waktu yang terbuang percuma selama manusia hidup di dunia dan semuanya itu akan menjadi bencana…………………… -.
Solusi:
Tiada kata terlambat walaupun waktu bergulir cepat, isilah dengan sesuatu apa yang bermanfaat!!!!! -!!
Ingat Akhirat!!!!!!!! -!!!!!!!!!!!
"Bukan suatu paksaan untuk disebarkan"
"Saling mengingatkan sesama bukanlah hal binasa".
106
Monday 20 May 2013
Cara Membahagiakan Suami
20 CARA MEMBAHAGIAKAN
SUAMI
1. Anda adalah sekuntum
mawar yang sedang bersinar di rumah anda. Buatlah di saat suami anda masuk ke
rumah, dia merasa bahwa kecantikan dan keharuman mawar tersebut, tidak bukan
dan tidak lain hanyalah untuknya seorang.
2. Bagaimana caranya
agar suami anda itu bisa merasa damai dan nyaman, baik dengan perbuatan ataupun
dengan kata-kata? Hal itulah yang secara terus menerus anda selalu usahakan
untuk suami anda. Untuk kesempurnaannya, lakukan itu dengan sepenuh jiwa.
3. Sopan dan penuh
perhatianlah anda ketika berbincang-bincng dan berdiskusi, jauhkanlah
perdebatan dan sikap keras kepala untuk mengemukakan pendapat anda.
4. Pahami pula kebenaran
dan keindahan prinsip-prinsip islam di balik kelebihan sang suami terhadap anda
selaku istri, yang memang terkait dengan kodrat seorang wanita, dan janganlah
hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dzalim (penindasan).
5. Lembutkanlah suara
anda ketika berbicara dengan sang suami dan pastikan suara anda tidak meninggi
pada saat dia bersama anda. Diriwayatkan dalam sebuah hadist, bahwa Rasulullah
SAW bersabda; “Seorang istri yang menyakiti suaminya di dunia, bidadari calon
istrinya di surga akan berkata; ‘Jangan kamu sakiti dia! Semoga Allah
memusuhimu. Sesungguhnya di sisimu dia hanya sebagai seorang tamu. Dia akan
meninggalkanmu menuju kami’.” (HR. At-Tirmidzi)
6. Pastikan anda bangun
pada malam hari untuk melakukan shalat malam secara rutin (qiyamul lail), hal
ini akan membawa kecerahan dan kebahagiaan pada perkawinan anda, sungguh
mengingat Allah SWT akan membawa ketenangan pada hati anda. “Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati (senantiasa) menjadi tenteram (tenang).” (QS.
Ar-Ra’d [13]: 28)
7. Bersikaplah diam
ketika suami anda sedang marah dan jangan tidur kecuali dia mengijinkannya.
Dalam kitab Shahih (Al-Bukhari) dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah
SAW bersabda; “Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya,
namun si istri menolak untuk datang, lalu si suami bermalam (tidur) dalam
keadaan marah kepada istrinya tersebut, niscaya para malaikat melaknat si istri
sampai ia berada di pagi hari.”
8. Berdirilah dekat
suami anda ketika dia sedang memakai baju dan sepatunya.
9. Buatlah suami anda
merasa bahwa anda menginginkan sang suami untuk mengenakan baju yang anda pilih
buat dia, pilihlah pakaian itu oleh anda sendiri.
10. Anda harus sensitif
dan memahami kebutuhan suami anda, untuk menjadikan pernikahan anda menjadi
yang terbaik tanpa menghabiskan waktu anda. Dari Thalaq bin Ali, ia berkata,
Rasulullah SAW bersabda; “Suami mana saja yang memanggil istrinya untuk
memenuhi hajatnya, maka si istri harus/wajib mendatanginya (memenuhi
panggilannya) walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.”
11. Ketika ada
perselisihan pendapat, hendaknya anda tidak menunggu agar sang suami meminta
maaf kepada anda (jangan jadikan hal ini sebagai prioritas utama harapan anda)
mengalahlah demi kebaikan anda dan pasangan, kecuali kalau suami anda secara
sadar mengakuinya.
12. Rawatlah penampilan
dan pakaian suami anda, biarpun kelihatannya suami anda malas untuk merawat dan
memakainya, tapi yakinlah bahwa dia akan menyukainya sebagaimana teman-temannya
juga akan menyukainya.
13. Hendaknya anda tidak
selalu mengandalkan suami anda untuk berkeinginan melakukan hubungan badan.
Sekali-kali anda mulailah lebih dulu, tentu pada saat yang tepat.
14. Di malam hari,
jadilah seperti pengantin baru buat suami anda, janganlah anda beranjak tidur
lebih dulu dari sang suami, kecuali kalau dirasa sangat perlu.
15. Janganlah menunggu
atau mengharapkan balasan dari semua perbuatan dan kebiasaan baik anda, banyak
suami karena kesibukan kerjanya, gampang melupakan untuk melakukan hal
tersebut, atau secara tidak sengaja lupa untuk menyampaikan penghargaan yang
semestinya kepada anda.
16. Hendaknya berbuat
sesuai dengan keadaan dan kemampuan keuangan yang ada, dan jangan meminta
sesuatu yang berlebihan dan mahal.
17. Ketika suami anda
baru pulang dari perjalanan yang lama ataupun bepergian dari tempat yang jauh,
sambutlah dia dengan wajah yang ceria dan tunjukkanlah bahwa anda sangat
merindukan kedatangannya.
18. Ingatlah selalu
bahwa keberadaan sang suami adalah salah satu sarana mendekatkan diri anda
kepada Allah SWT.
19. Pastikan Anda untuk
selalu memperbaharui dan merubah bentuk penampilan anda, sebagai tanda dan
ungkapan kasih anda menyambut suami tercinta.
20. Ketika sang suami
meminta sesuatu untuk melakukan hal-hal tertentu, maka pastikan anda
melakukannya dengan sigap dan sepenuh hati, jangan sampai anda merasa enggan
dan terlihat lamban.
Mudah2an bermanfa'at...
Indahnya cinta
SEPULUH
TAHUN AKU MEMBENCI SUAMIKU
Semoga peristiwa di bawah ini membuat
kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu
kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun
menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah
karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak
pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku
melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku
tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi
aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku
sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami
sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri
yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga
memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku
sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal
itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan
hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua
keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak
ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu
menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di
tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas
meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku
meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung
bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa
memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali
ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak
punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia
mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan
keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun
ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari
empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya.
Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan
harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan
vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua
keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak
terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun
paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti
biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah.
Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku
hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang
mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak
hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga
membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku
mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku
sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan
melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia
kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk
pergi.
Ketika mereka pergi, akupun
memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba
di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu
temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik
termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar
tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku
tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak
menemukannya di dalam tas.
Sambil berusaha mengingat-ingat apa
yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan
bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan
meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku
lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja
kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya
dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama
kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun
mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku
akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya
suamiku cepat, kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku
dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon.
Aku berbicara dengan kasir dan
mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon
yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa
membayarnya nanti kalau aku kembali lagi.
Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat
keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku
semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada
jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali
berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa
kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing
menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing
itu memperkenalkan diri, “Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak
armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.
Lelaki asing itu ternyata seorang
polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia
sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya
menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung.
Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon
mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih
kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai
di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana
menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang
gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang
melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam,
tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan
menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan
itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya.
Selesai mendengar kenyataan itu,
aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama
sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan
ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi
kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan
aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali
inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati
wajahnya dan kupandangi dengan seksama.
Saat itulah dadaku menjadi sesak
teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan
kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali
pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat.
Airmata merebak dimataku,
mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak
menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian
wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi
bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan
dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti
menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah
kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah
memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia
selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus
kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah
absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku
sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah
bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai.
Hampir seluruh keluarga tahu bahwa
suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak
mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku
hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan
diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja.
Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap
hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi
permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh
dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu
menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan
onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat
tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga
besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku
begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah
kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku
malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal
kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu
mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku
makan kalau aku sedang mengambek dulu.
Ketika aku lupa membawa handuk saat
mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang
datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.
Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di
rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku
menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya
di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur
mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena
rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar
tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa.
Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di
laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap
tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia
membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di
sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa
disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa
mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan
karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah
cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri,
aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah
karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu.Aku
marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada
lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat
meskipun kini kulakukan dengan ikhlas.
Aku sholat karena aku ingin meminta
maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi
padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami
yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi
sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari
keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain,
hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah
kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua
anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku.
Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku.
Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan
hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk
keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari
kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi
bonusnya.
Ketika melihatnya aku terdiam tak
menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini.
Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga.
Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku
harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir
dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi
bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya
selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa
waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali
dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia
mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam
surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya
untukku.
Istriku
Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu
terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus
segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang
lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak
adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin
mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih
sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk
kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak
banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya
untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya
sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja.
Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku
memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau
lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu
jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku.
Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu
dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang
bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana
melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada
gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia
mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama
ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan
ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan
tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh
orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar
cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami
dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk
menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang
masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk
anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku
selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat
suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia
duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah
seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi
istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata
“Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang
ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar
menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa
sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta
ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai
sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku.
Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai
kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu
dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena
tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun
untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk
mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas
dari cintanya yang begitu tulus.
Subscribe to:
Posts (Atom)